Keputusan pengadilan dalam kasus penyalahgunaan sistem Slot Dana kembali menuai sorotan. Salah satu eks penyidik yang pernah terlibat dalam proses investigasi menyampaikan keheranannya atas vonis ringan yang dijatuhkan kepada terdakwa utama. Padahal, berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya, ditemukan indikasi kuat mengenai pelanggaran sistematis terhadap regulasi transaksi digital.

Slot Dana sendiri merupakan platform berbasis saldo elektronik yang digunakan untuk aktivitas digital interaktif. Kasus ini bermula dari temuan adanya manipulasi saldo dan aktivitas transaksi tidak wajar yang merugikan banyak pengguna. Terdakwa diduga mengelola akses backend sistem dan memodifikasi sejumlah parameter untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dalam keterangannya, eks penyidik menyatakan bahwa ada cukup bukti digital—termasuk log sistem dan rekaman interaksi akun internal—yang menunjukkan pelanggaran etika dan teknis oleh terdakwa. Ia pun mempertanyakan dasar pertimbangan hakim yang menilai tindakan terdakwa sebagai "kesalahan administratif" semata.

Dari sisi analisis hukum, terdapat dua hal yang perlu dicermati. Pertama, pengaturan mengenai integritas sistem digital sebagaimana diatur dalam Pasal 23B (UU Perlindungan Data dan Sistem Elektronik) mengharuskan setiap penyedia atau operator tunduk pada prinsip akuntabilitas. Kedua, dalam penegakan hukum berbasis digital, jejak logis atau digital footprint memiliki kedudukan kuat sebagai alat bukti.

Vonis ringan yang dijatuhkan dalam perkara ini memunculkan kekhawatiran bahwa praktik manipulatif terhadap sistem elektronik belum sepenuhnya dipahami sebagai kejahatan siber serius. Padahal, potensi kerugian publik dan dampak terhadap kepercayaan digital sangat besar.

Ke depan, perlu ada penguatan kapasitas hakim dalam memahami perkara digital serta peninjauan ulang pedoman pemidanaan dalam kasus penyalahgunaan sistem berbasis elektronik. Kepercayaan publik terhadap keadilan digital hanya akan tumbuh jika hukum berpihak pada logika, bukti, dan perlindungan pengguna.